Kamis, 09 Juni 2011

manusia dan penderitaan

MANUSIA DAN PENDERITAAN 



 Penderitaan berasal dari kata derita. Kata derita berasal dari bahasa sansekerta dhra artinya menahan atau menanggung. Derita artinya menanggung atau merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan. Penderitaan itu dapat berupa lahir atau batin. Atau lahir batin.
Penderitaan termasuk realitas dunia dan manusia. Intensitas penderitaan bertingkat – tingkat, ada yang berat dan ada juga yang ringan. Namun peranan individu juga menentukan berat tidaknya intensitas penderitaan. Suatu peristiwa yang dianggap sebagai suatu penderitaan oleh seseorang belum tentu merupakan penderitaan bagi orang lain. Dapat pula suatu penderitaan merupakan suatu energi untuk bangkit bagi seseorang, atau sebagai langkah awal untuk mencapai kenikmatan dan kebahagian.
Penderitaan termasuk realitas dunia dan manusia. Intensitas penderitaan manusia bertingkat-tingkat, ada yang berat dan ada juga yang ringan. Namun, peranan individu juga menentukan berat-tidaknya Intensitas penderitaan. Suatu perristiwa yang dianggap penderitaan oleh seseorang, belum tentu merupakan penderitaan bagi orang lain. Dapat pula suatu penderitaan merupakan energi untuk bangkit bagi seseorang, atau sebagai langkah awal untuk mencapai kenikmatan dan kebahagiaan.
Akibat penderitaan yang bermacam-macam. Ada yang mendapat hikmah besar dari suatu penderitaan, ada pula yang menyebabkan kegelapan dalam hidupnya. Oleh karena itu, penderitaan belum tentu tidak bermanfaat. Penderitaan juga dapat ‘menular’ dari seseorang kepada orang lain, apalagi kalau yang ditulari itu masih sanak saudara.
Mengenai penderitaan yang dapat memberikan hikmah, contoh yang gamblang dapat dapat dicatat disini adalah tokoh-tokoh filsafat eksistensialisme. Misalnya Kierkegaard (1813-1855), seorang filsuf Denmark, sebelum menjadi seorang filsuf besar, masa kecilnya penuh penderitaan. Penderitaan yang menimpanya, selain melankoli karena ayahnya yang pernah mengutuk Tuhan dan berbuat dosa melakukan hubungan badan sebelum menikah dengan ibunya, juga kematian delapan orang anggota keluarganya, termaksud ibunya, selama dua tahun berturut-turut. Peristiwa ini menimbulkan penderitaan yang mendalam bagi Soren Kierkegaard, dan ia menafsirkan peristiwa ini sebagai kutukan Tuhan akibat perbuatan ayahnya. Keadaan demikian, sebelum Kierkegaard muncul sebagai filsuf, menyebabkan dia mencari jalan membebaskan diri (kompensasi) dari cengkraman derita dengan jalan mabuk-mabukan. Karena derita yang tak kunjung padam, Kierkegaard mencoba mencari “hubungan” dengan Tuhannya, bersamaan dengan keterbukaan hati ayahnya dari melankoli. Akhirnya ia menemukan dirinya sebagai seorang filsuf eksistensial yang besar.
Penderitaan Nietzsche (1844-1900), seorang filsuf Prusia, dimulai sejak kecil, yaitu sering sakit, lemah, serta kematian ayahnya ketika ia masih kecil. Keadaan ini menyebabkan ia suka menyendiri, membaca dan merenung diantara kesunyian sehingga ia menjadi filsuf besar.
Lain lagi dengan filsuf Rusia yang bernama Berdijev (1874-1948). Sebelum dia menjadi filsuf, ibunya sakit-sakitan. Ia menjadi filsuf juga akibat menyaksikan masyarakatnya yang sangat menderita dan mengalami ketidakadilan.
Sama halnya dengan filsuf Sartre (1905-1980) yang lahir di Paris, Perancis. Sejak kecil fisiknya lemah, sensitif, sehingga dia menjadi cemoohan teman-teman sekolahnya. Penderitaanlah yang menyebabkan ia belajar keras sehingga menjadi filsuf yang besar.
Masih banyak contoh lainnya yang menunjukkan bahwa penderitaan tidak selamanya berpengaruh negatif dan merugikan, tetapi dapat merupakan energi pendorong untuk menciptakan manusia-manusia besar.
Contoh lain ialah penderitaan yang menimpa pemimpin besar umat Islam, yang terjadi pada diri Nabi Muhammad. Ayahnya wafat sejak Muhammad dua bulan di dalam kandungan ibunya. Kemudian, pada usia 6 tahun, ibunya wafat. Dari peristiwa ini dapat dibayangkan penderitaan yang menimpa Muhammad, sekaligus menjadi saksi sejarah sebelum ia menjadi pemimpin yang paling berhasil memimpin umatnya (versi Michael Hart dalam Seratus Tokoh Besar Dunia).

 Adapun factor yang membuat seseorang menjadi menderita yaitu:


  • Kebimbangan

Akibat dari kebimbangan seseorang berada dalam keadaan yang tidak menentu. Sehingga ia merasa tersiksa hidupnya saat itu. Bagi orang yang lemah berfikirnya, masalah kebimbangan akan lama dialami, sehingga siksaan itu berkepanjangan. Tetapi bagi orang yang kuat berfikirnya ia akan cepat mengambil suatu keputusan, sehingga kebimbangan akan cepat dapat diatasi.


  • Kesepian

Kesepian merupakan salah satu wujud dari siksaan yang dialami oleh seseorang. Seperti halnya kebimbangan, kesepian harus cepat diatasi agar seseorang jangan terus menerus merasakan penderitaan batin.




  • Ketakutan

Merupakan bentuk lain yang dapat menyebabkan seseorang mengalami siksaan batin. Bila rasa takut itu dibesar – besarkan tidak pada tempatnya, maka disebut sebagai phobia.


  • Phobia 
Adalah rasa ketakutan yang berlebihan pada sesuatu hal atau fenomena.Fobia bisa dikatakan dapat menghambat kehidupan orang yang mengidapnya.


Penderitaan akan terjadi pada lingkungan:


  • Kota-kota besar
  • Anak muda
  • Wanita
  • Ornag yang tidak beragama
  • Orang yang berambisi mengejar materi.


Sikap yang timbul karena perilaku ini daat berupa sifat negatif dan sifat positif. Sikap negatif dikarenakan ketidakbahagiaannya sehingga menyesal. Tidak ada gairah hidup dan tidak ada perjuangan untuk menenpuh perjuangan yang hakiki. Sikap positifnya adalah biasanya kreatif, tidak putus asa, bahkan bisa untuk memperjuangakan apa yang dia akan dapatkan dengan cara yang benar.

            URL : 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar